Posted in

Kerusuhan Berdarah di Yalimo, 3 Orang Tewas Akibat Isu Rasis

​​Kerusuhan pecah di Kabupaten Yalimo, Papua Pegunungan pada Selasa (16/9/2025), dipicu oleh dugaan ucapan rasisme antar pelajar SMA​.

Kerusuhan-Berdarah-di-Yalimo,-3-Orang-Tewas-Akibat-Isu-Rasis

Insiden ini  mengakibatkan jatuhnya korban jiwa, luka-luka, kerugian material, dan ratusan warga terpaksa mengungsi. Berikut ini Info Kejadian Papua akan memberikan informasi menarik lainnya tentang dimana pecahnya kerusuhan yang ada di Yalimo.

Kronologi Pecahnya Kerusuhan di Yalimo

​Kerusuhan di Elelim, ibu kota Kabupaten Yalimo, berawal sekitar pukul 07.00 WIT, saat seorang siswa berinisial AB diduga melontarkan ujaran yang menyinggung teman sekelasnya selama kegiatan belajar-mengajar. Ucapan rasis ini kemudian memicu perkelahian antarsiswa.

​Upaya mediasi oleh pihak sekolah di ruang guru tidak berhasil meredakan ketegangan. Perselisihan ini memicu kemarahan warga asli setempat dan meluas keluar sekolah, menyebabkan kerusuhan besar. Massa kemudian membakar kios yang diduga milik orang tua siswa AB, serta merembet ke Mess Perwira dan asrama Polres Yalimo. Aparat kepolisian yang tiba di lokasi untuk mengamankan situasi justru diserang oleh massa yang terus bertambah.

Korban Jiwa dan Kerugian Material Dampak Tragis Isu Rasis

​Kerusuhan ini menyebabkan empat orang meninggal dunia dan 23 orang luka-luka. Tiga korban jiwa yang teridentifikasi adalah Nasir Daeng Mappa (44 tahun) dan anaknya, Arsya Dafa (9 tahun), yang meninggal dunia karena terbakar di dalam mobil.

​Korban meninggal lainnya adalah Sadrak Yohame, seorang pelajar, yang tewas akibat luka tembak. ​Selain itu, anak Nasir Daeng Mappa lainnya, Atifa (10 tahun), menderita luka sayatan di leher. Beberapa korban luka, termasuk anggota TNI-Polri, dirawat di RSUD Er-Dabi Yalimo, RSUD Wamena, dan RS Bhayangkara Jayapura.

​Tiga personel TNI AD dari Satgas Maleo Kopassus, yaitu Sertu Nando Manurung, Sertu Kantum, dan Letda Inf Supardi, mengalami luka parah akibat panah, lemparan batu, dan luka bakar, setelah sempat terkepung massa. Beberapa anggota kepolisian juga terluka, termasuk Briptu Fitrah H. Naing yang terkena lemparan batu di wajah, Briptu Muh Aksa Almuthadin terkena panah di kepala, dan seorang prajurit TNI bernama Charles yang mengalami luka di bagian belakang kepala.

​Kerugian material sangat besar, dengan lebih dari 30 kios dan rumah dibakar massa di Elelim. Enam rumah dinas dan satu mes perwira juga dibakar. Selain itu, satu bangunan SMA rusak dan 13 unit sepeda motor ikut terbakar. ​Puluhan bangunan lainnya, termasuk ruko, kos-kosan, rumah dinas Pemkab Yalimo, kantor dinas, serta fasilitas TNI-Polri, juga hangus terbakar. Belasan kendaraan ikut menjadi korban kebakaran.

Baca Juga: Freeport Hentikan Penambangan, Bahlil: Ada Pekerja Terjebak Longsor

Gelombang Pengungsian dan Upaya Penanganan

Gelombang-Pengungsian-dan-Upaya-Penanganan

​Akibat kerusuhan, 178 warga mengungsi, dan lebih dari 200 warga non-Papua mengungsi keluar dari Yalimo ke Kota Wamena, meskipun sebagian masih bertahan di Yalimo. Sekitar 500 warga mengungsi ke Mapolres Yalimo. Hingga Kamis (18/9/2025) malam, gelombang pengungsian masih terus berdatangan dari Elelim ke Wamena, yang berjarak sekitar 130 kilometer.

​Polda Papua menurunkan 110 personel Brimob bantu Polres Yalimo amankan kondisi. Aparat gabungan juga meningkatkan patroli dan razia untuk mengantisipasi dampak kerusuhan. Dandim 1702 Jayawijaya, Letkol Arh Reza Cha Mamoribo, akan membawa bantuan logistik untuk pengungsi di Posramil Elelim dan melakukan “penebalan personel”. Aparat juga dilibatkan dalam proses evakuasi ratusan warga, mengamankan jalur transportasi, dan mendukung penyaluran logistik.

Rasisme Luka Lama yang Terus Berulang di Tanah Papua

​Kasus rasisme terhadap orang asli Papua bukanlah kejadian pertama kali. ​Pada tahun 2019, asrama mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Timur. Diserbu aparat dan mahasiswa di dalamnya dihina dengan kata-kata rasial. Kejadian ini memicu gelombang unjuk rasa serta gedung-gedung dibakar di Manokwari, Sorong, dan Fakfak.

Meskipun unjuk rasa serupa juga terjadi di Yalimo pada tahun 2019, kericuhannya tidak sebesar kejadian saat ini. Para tokoh agama di Papua mendorong penyelesaian konflik ini melalui “rekonsiliasi” dan bukan pendekatan keamanan, untuk mencegah terulangnya insiden serupa. ​Mereka berpendapat bahwa kasus rasisme terus berulang karena tidak diselesaikan secara tuntas dan masih meninggalkan luka di hati orang Papua.

Ajakan Belajar dan Berdiskusi Untuk Putuskan Rasisme

​Mahasiswi Papua yang pernah menghadapi ucapan rasis berharap agar semakin banyak orang bersedia belajar dan berdiskusi tentang rasisme agar masalah ini tidak terulang. Mereka percaya bahwa Indonesia akan sulit maju jika rasisme masih ada. Bahwa orang Papua tidak akan pernah merasa memiliki persaudaraan dengan orang Indonesia non-Papua jika tidak diperlakukan setara. ​

Kematian George Floyd dan demonstrasi anti-rasisme yang terjadi membuka peluang bagi orang-orang Papua. Untuk menyuarakan pengalaman mereka dan berharap masyarakat Indonesia lebih terbuka matanya terhadap rasisme yang masih terjadi. Penting untuk mendiskusikan akar permasalahan rasisme dan mencari solusi untuk mengedukasi generasi saat ini agar sadar akan isu ini.

Simak dan ikut informasi menarik tentang berita-berita terbaru dan terupdate tentunya terpercaya hanya di Info Kejadian Papua.


Sumber Informasi Gambar:

  • Gambar Pertama dari detik.com
  • Gambar Kedua dari detik.com