Posted in

Menkes Budi Sadikin Akui, Tangani Malaria di Papua Bukan Hal Mudah!

Menkes Budi Gunadi Sadikin akui adanya kesulitan dalam menangani malaria di Papua, sebuah tantangan yang kompleks karena faktor geografis.

Menkes Budi Sadikin Akui, Tangani Malaria di Papua Bukan Hal Mudah!

Hal ini menjadi perhatian serius mengingat Papua menyumbang sebagian besar kasus malaria nasional, sekitar 90 hingga 92 persen, sehingga upaya penanganan di wilayah ini sangat krusial untuk mencapai target eliminasi malaria di Indonesia pada tahun 2030. Dibawah ini anda bisa melihat berbagai informasi menarik lainnya seputaran Info Kejadian Papua.

Episentrum Malaria Nasional Tantangan di Tanah Papua

Papua merupakan fokus utama dalam penanganan malaria di Indonesia karena menyumbang hampir 90 persen dari total kasus malaria nasional. Dari 514 kabupaten/kota di Indonesia, sebanyak 407 telah dinyatakan bebas malaria, namun Papua masih menjadi tantangan utama karena kontribusinya yang dominan terhadap kasus nasional.

Pada tahun 2023, Indonesia mencatat 418.546 kasus malaria, menjadikannya penyakit menular dengan kasus tertinggi kedua setelah tuberkulosis (TBC). Peningkatan Annual Parasite Incidence (API) nasional, yang mengukur rasio kasus malaria terkonfirmasi per seribu penduduk, sebagian besar disebabkan oleh lonjakan kasus di Provinsi Papua.

API di Papua meningkat signifikan dari 64,03 pada tahun 2020 menjadi 80,05 pada tahun 2021, dan mencapai 113,07 pada tahun 2022. Kondisi ini menunjukkan bahwa transmisi malaria lokal di Papua masih sangat tinggi, memerlukan upaya maksimal untuk mencapai eliminasi pada tahun 2030, yaitu tidak adanya kasus penularan lokal selama tiga tahun berturut-turut.

Faktor-Faktor Penyulit Penanganan

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjelaskan bahwa salah satu kendala utama adalah pergerakan nyamuk malaria yang dapat berpindah antara Papua dan beberapa negara di dekatnya, seperti Papua Nugini. Fenomena “kasus impor” ini, di mana kasus malaria bisa terlacak berasal dari Papua Nugini ke Papua atau sebaliknya.

Menunjukkan perlunya kerja sama lintas batas yang kuat dalam berbagi data kasus, mendirikan pos kesehatan bersama di perbatasan, dan melakukan deteksi dini. Tantangan lain adalah faktor geografis dan pola hidup masyarakat di Papua yang mempersulit upaya eliminasi.

Geografis seperti hutan lebat, rawa, dan genangan air alami mendukung perkembangbiakan nyamuk Anopheles sp.. Selain itu, terbatasnya akses layanan kesehatan di daerah pedalaman, distribusi tenaga medis yang belum merata, serta tingginya aktivitas masyarakat di area terbuka tanpa perlindungan juga memperbesar risiko penularan.

Baca Juga: BPIP Perkuat Pancasila di PLBN Sota, Wujud Nyata Negara Hadir di Perbatasan

Strategi Nasional dan Kolaborasi Lintas Sektor

Strategi Nasional dan Kolaborasi Lintas Sektor

Pemerintah telah menyusun tiga strategi utama untuk membasmi malaria di Indonesia, khususnya di Papua: program pencegahan, pengobatan, dan vaksinasi. Dalam upaya pencegahan, Kemenkes mendistribusikan 3,3 juta kelambu dan insektisida ke masyarakat Papua, bertujuan untuk perlindungan dan menciptakan lingkungan bebas nyamuk.

Dalam hal pengobatan, pendistribusian obat-obatan secara masif, termasuk tindakan profilaksis, telah dilakukan, dan diklaim berhasil menekan kasus malaria hingga 50 persen di Timika. Stok obat malaria juga dilaporkan memadai, didukung pendanaan global.

Kemenkes juga mendorong riset dan pengembangan vaksin malaria yang cocok dengan varian patogen di Indonesia. Mengingat vaksin yang ada saat ini lebih sesuai untuk spesies di Afrika.

Peran Komitmen Daerah dan Pendanaan

Wakil Menteri Dalam Negeri Ribka Haluk menegaskan pentingnya alokasi dana dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) di enam provinsi Papua untuk program eliminasi malaria. Ini memastikan bahwa pendanaan yang memadai disiapkan untuk program eliminasi malaria di daerah-daerah tersebut.

Namun, Plt Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit Kemenkes, Murti Utami, mengakui bahwa komitmen sejumlah pemerintah daerah belum optimal. Terbukti dari rendahnya cakupan deteksi dini di Papua yang masih di bawah 54 persen dari standar nasional. Diperlukan dorongan untuk membentuk Forum Gubernur untuk Pengendalian Malaria agar daerah-daerah dengan tantangan serupa dapat berkolaborasi.

Inovasi Program dan Teknologi

Salah satu program inovatif untuk percepatan eliminasi malaria adalah “Tempo Kas Tuntas” yang diluncurkan di Kabupaten Mimika, Papua Tengah, pada 18 September 2024. Program ini merupakan singkatan dari Tanggulangi Eliminasi Malaria melalui Periksa darah, Obati dan Awasi Kepatuhan Pengobatan Sampai Tuntas.

Inovasi ini berfokus pada intervensi pada manusia dan vektor melalui penemuan kasus, pengobatan sesuai standar. Pengawasan konsumsi obat hingga tuntas, pemantauan pasca-pengobatan, serta intervensi vektor pada daerah dengan kasus positif. Selain itu, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sedang mengembangkan sistem diagnosis malaria berbasis kecerdasan buatan (AI).

Sistem ini dirancang untuk secara otomatis menentukan status infeksi malaria pasien melalui analisis mikrofoto sediaan darah. Dan telah menunjukkan nilai prediktif positif 77,14 persen dalam mengidentifikasi spesies dan tahap kehidupan parasit. Inovasi ini diharapkan dapat mempercepat deteksi dini dan penanganan kasus.

Harapan Eliminasi Malaria 2030

Menkes Budi Sadikin menargetkan Indonesia bebas malaria 100 persen hingga akhir tahun 2030. Target ini ditekankan dalam Forum Aliansi Pemimpin Malaria Asia Pasifik (APLMA) ke-9 yang dihadiri 22 negara di Asia Pasifik.

Meskipun menghadapi berbagai tantangan, pemerintah tetap optimistis bahwa Indonesia berada di jalur yang tepat menuju eliminasi malaria nasional. Keberhasilan eliminasi sangat bergantung pada percepatan pengendalian di Papua. Serta sinergi multisektor dan kerja kolektif antara pemerintah, TNI-Polri, dan mitra internasional.

Kesimpulan

Menkes Budi Sadikin telah menandatangani kesepakatan dengan seluruh gubernur di wilayah Papua untuk mencapai target eliminasi malaria pada tahun 2030 . Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjelaskan bahwa sekitar 90 persen kasus malaria di Indonesia berasal dari Indonesia bagian timur.

Dengan sebagian besar kasus didominasi di Papua, sehingga penekanan kasus di sana menjadi sangat penting. Upaya ini juga melibatkan kerja sama dengan Papua Nugini karena kedua wilayah berbagi pulau, yang memungkinkan nyamuk malaria berpindah-pindah.

Simak dan ikuti terus jangan sampai ketinggalan informasi terlengkap hanya di Info Kejadian Papua.


Sumber Informasi Gambar:

  1. Gambar Pertama dari kumparan.com
  2. Gambar Kedua dari www.antaranews.com